
JAKARTA – Filosof dan pengamat politik, Rocky Gerung, akhirnya memberikan klarifikasi terkait insiden panas yang terjadi dalam debat dengan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih, Silfester Matutina, di salah satu stasiun televisi. Debat yang diwarnai adu mulut tersebut sempat viral di media sosial, memicu perhatian publik dan menjadi bahan diskusi di berbagai platform.
Melalui video di kanal YouTube pribadinya, Jumat (6/9/2024), Rocky menegaskan bahwa perdebatan yang sengit sering kali tidak bisa dihindari. Namun, ia mengingatkan pentingnya pengendalian diri saat berargumen, terutama dalam situasi yang berpotensi memanas. “Dalam perdebatan, kita harus mampu mengendalikan amarah dan emosi. Meski debat penuh retorika, menjaga batas tetap penting,” ujar Rocky.
Pernyataan ini muncul setelah adu argumen yang berlangsung panas ketika Rocky menyebut Silfester sebagai “penjilat”, yang memicu reaksi keras dari lawannya. Silfester merespons dengan caci maki, namun Rocky tetap melihat hal tersebut sebagai bagian dari dinamika debat yang, menurutnya, masih dalam batas wajar selama tidak melibatkan kekerasan fisik. “Caci maki itu bagian dari debat yang bisa diterima, tapi jika sampai pada kekerasan fisik, itu sudah tidak adil,” jelas Rocky.
Rocky lebih jauh menjelaskan bahwa debat tidak selalu mengedepankan kesopanan formal, tetapi lebih kepada adu pikiran. “Dalam debat, Anda bisa menggunakan argumen apa pun, yang penting tetap berada dalam ranah pertarungan ide, bukan kekuatan fisik,” lanjutnya. Ia juga menyebut bahwa kemampuan seseorang mencaci maki sering kali dipicu oleh ketidakmampuan menanggapi kritik yang tajam.
Di tengah video klarifikasinya, Rocky mengaku bahwa ia sudah melihat tanda-tanda emosi dari Silfester selama debat berlangsung dan mengedepankan kewaspadaan. Sebagai seorang yang peka terhadap situasi, ia bisa membaca bahasa tubuh lawan debatnya dan memahami kapan kemarahan mulai muncul. “Saya terbiasa membaca situasi, termasuk bahasa tubuh lawan. Saya tahu kapan kewaspadaan harus saya kedepankan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rocky menekankan bahwa sentuhan fisik dalam debat adalah satu-satunya bentuk pelanggaran etika yang tidak bisa diterima. “Anda bisa berdebat dengan argumen keras, bahkan dengan caci maki, tetapi jika sudah melibatkan kekerasan fisik, itu masuk ke ranah kriminal,” tegasnya. Rocky melihat kejadian ini sebagai pelajaran bahwa perdebatan harus difokuskan pada adu ide, bukan kekerasan.
Rocky juga menolak permintaan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait insiden tersebut, meskipun banyak pihak yang menghubunginya. Menurutnya, klarifikasi berlebihan hanya akan membuang waktu, karena insiden serupa bisa saja terjadi lagi di masa depan. “Banyak yang meminta penjelasan, tapi saya anggap itu tidak perlu. Saya tetap berada di posisi kritis, dan kejadian serupa mungkin akan terulang di lain waktu,” tuturnya.
Rocky menutup pernyataannya dengan ajakan agar perdebatan selalu dijaga di dalam batas pertarungan intelektual. “Debat adalah soal pertarungan ide, bukan ajang untuk mengayunkan tinju. Ini adalah pelajaran penting bagi kita semua,” pungkasnya.