Mataram, 12 November 2024 – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) berhasil mengungkap kasus penipuan terkait perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Jepang. Dua tersangka, berinisial WS dan SE, kini telah ditetapkan dan ditahan setelah terbukti melakukan penipuan dengan menjanjikan keberangkatan para korban untuk bekerja di Jepang.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, S.I.K., S.H., menjelaskan bahwa kasus ini mencuat dari laporan 17 korban yang merasa dirugikan. Para korban melaporkan bahwa mereka diminta membayar antara Rp30 juta hingga Rp50 juta per orang sebagai biaya pendaftaran untuk program kerja yang dijanjikan, namun hingga kini mereka tidak juga diberangkatkan.
“Korban yang merasa tertipu akhirnya melapor, dan setelah dilakukan penyidikan, kami berhasil menetapkan WS dan SE sebagai tersangka,” ujar Kombes Syarif dalam keterangannya kepada pers, Senin (11/11).
Modus dan Peran Tersangka
Penyidikan mengungkapkan bahwa SE, yang merupakan Direktur PT Radar Sumedi Efendi Indonesia (RSEI), menjalankan bisnis perekrutan pekerja migran tanpa izin resmi. Perusahaan SE yang berkantor di Lombok Timur diketahui tidak memiliki izin yang sah untuk menempatkan tenaga kerja di Jepang.
Sementara itu, tersangka WS, pemilik Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Wahyu Yuha di Ampenan, Kota Mataram, diduga memanfaatkan izin lembaganya untuk merekrut para korban. Korban direkrut WS dengan janji ditempatkan di Jepang melalui PT RSEI, yang juga diduga sebagai bagian dari skema penipuan ini.
“Para korban direkrut oleh tersangka WS sejak Desember 2023 hingga Juni 2024. Mereka dijanjikan akan diberangkatkan melalui PT RSEI di Lombok Timur,” jelas Kombes Syarif.
Keuntungan Finansial dari Penipuan
Dalam rentang waktu perekrutan, SE dan WS berhasil menghimpun dana dari para korban dengan total mencapai Rp1,56 miliar. Rincian menunjukkan bahwa SE meraup keuntungan pribadi sebesar Rp168 juta, sementara WS mengantongi keuntungan sekitar Rp296 juta. Dari total 28 korban, baru 17 orang yang melaporkan kejadian ini, dengan rincian 6 korban dari Mataram, 5 dari Lombok Barat, 4 dari Lombok Tengah, dan 2 dari Lombok Utara.
Barang Bukti dan Penahanan
Dalam proses penyidikan, kepolisian menyita berbagai barang bukti dari kedua tersangka. Barang bukti tersebut meliputi dokumen kegiatan di LPK Wahyu Yuha, kontrak kerja palsu, 60 dokumen persyaratan korban seperti ijazah dan akta kelahiran, serta sertifikat akreditasi dan dokumen pendirian lembaga milik tersangka. Selain itu, terdapat 11 kuitansi pendaftaran, 30 buku tabungan, dan satu unit komputer yang juga diamankan sebagai bukti.
“Setelah mengumpulkan bukti-bukti dari dokumen, keterangan saksi dan korban, serta hasil pemeriksaan ahli, keduanya kini resmi kami tahan di Rutan Polda NTB,” lanjut Kombes Syarif.
Jerat Hukum untuk Tersangka
Dalam kasus ini, penyidik Polda NTB menerapkan Pasal 11 juncto Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 81 jo. Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Berdasarkan pasal-pasal ini, kedua tersangka diancam hukuman penjara minimal 3 tahun hingga maksimal 15 tahun, serta denda antara Rp120 juta dan Rp600 juta.
Pihak kepolisian mengimbau kepada korban lain yang belum melapor agar segera melaporkan diri untuk memperkuat kasus ini dan mencegah jatuhnya korban berikutnya.