Mantan insinyur Ducati yang kini bekerja di Yamaha, Massimo Bartolini, mengungkapkan penyebab utama pabrikan Iwata tertinggal jauh di MotoGP saat ini. Kedatangan Bartolini ke Yamaha menjadi salah satu berita besar di awal tahun ini. Pria asal Italia ini dikenal sangat dekat dengan Ducati dan merupakan salah satu insinyur kepercayaan General Manager Ducati, Gigi Dall’Igna.
Bartolini baru-baru ini berbincang lebih mendalam tentang keputusannya menerima tawaran Yamaha yang sedang dalam masa sulit. Padahal, dia sendiri adalah penggemar Ducati. Bahkan, di masa-masa Valentino Rossi masih dominan bersama Yamaha, Ducati belum pernah meraih gelar juara dunia setelah era Casey Stoner.
“Banyak orang menanyakan hal itu kepada saya,” ujar Bartolini sambil tertawa, seperti dikutip dari BolaSport.com dan GPOne. “Dalam karier saya, saya pernah bekerja di ajang Kejuaraan Reli Dunia, Formula 1, SBK, dan MotoGP, dan saya berkata pada diri sendiri bahwa jika saya berada di tim yang telah mampu memenangkan gelar juara dunia, maka saya akan berhenti. Saya menyukai pekerjaan ini dan maaf (Ducati) saya meninggalkannya,” tandasnya.
Tantangan untuk membantu Yamaha bangkit dari keterpurukan adalah salah satu alasan Bartolini menerima tawaran tim raksasa MotoGP itu. “Saat saya berbincang dengan Sumi (General Manager Yamaha Motor Racing), sepertinya dia sangat menyukai ide untuk mencoba berubah,” jelas Bartolini. “Saya rasa Yamaha belum pernah menempatkan orang Eropa di posisi saya, itu adalah hal yang bagus. Saya mendiskusikannya dengan istri saya dan saya menyukai gagasan untuk mencobanya. Meskipun saya juga sangat sedih untuk meninggalkan Ducati,” tambahnya.
Setelah menjalani hari kerja di Yamaha selama setengah tahun, Bartolini pun ditanya tentang apa yang menyebabkan Yamaha sangat tertinggal dibandingkan dengan motor-motor pabrikan Eropa. Situasi Yamaha setelah memenangkan juara dunia bersama Fabio Quartararo pada MotoGP 2021 benar-benar drastis, mereka bak jatuh ke jurang yang dalam hingga sulit bangkit selama tiga tahun terakhir.
Menurut Bartolini, letak kesalahan bukan pada performa motor yang buruk, tetapi ada faktor lain yang membuat mesin YZR-M1 tidak bisa bekerja maksimal. “Saya punya analisis. Motornya sendiri tidak bekerja dengan buruk,” jelas Bartolini. “Menurut saya, karena MotoGP telah berkembang dalam beberapa aspek, mereka (Yamaha) meremehkan dampaknya. Pada tahun 2021, terutama setelah mereka terakhir kali meraih gelar juara dunia, ada Fabio yang membuat perbedaan (karena bakatnya), dan semua ini menyebabkan mereka sedikit lengah dan tertinggal.”
Beberapa aspek yang dianggap Yamaha tidak akan berkembang pesat adalah aerodinamika dan rear height device. “Di MotoGP modern, jika Anda mendapatkan 0,7 atau 0,8 detik, Anda memiliki selisih yang jauh, tetapi kenyataannya Anda kehilangan dua atau tiga hal. Seperti aerodinamika, sistem rear height device, justru inilah aspek-aspek yang mereka anggap remeh,” jelas Bartolini.
Bartolini memperjelas bahwa kebangkitan Yamaha mungkin tak akan bisa terlihat dalam waktu singkat atau bahkan tahun ini. Butuh waktu setidaknya tiga tahun. Namun, karena Yamaha adalah pabrikan Jepang yang sekarang lebih terbuka terhadap Eropa, dia yakin perubahan itu sangat mungkin diraih. “Setelah tiga atau empat tahun, Anda tidak bisa menghasilkan sesuatu dalam semalam. Anda tentu saja tidak bisa begitu saja membuat ‘Ducati’ yang lain. Kita harus memahami apa yang kami miliki dan kemudian memperbaikinya.”
“Ini adalah pendekatan (terbuka pada Eropa) yang tidak hanya mereka lakukan dalam balapan. Sebagai sebuah perusahaan, mereka mulai berpikir bahwa mereka harus berkembang dalam aspek-aspek tertentu dan memperluas hubungan mereka dengan seluruh dunia,” ucap Bartolini.
Pengungkapan Bartolini ini memberikan pandangan yang jelas tentang tantangan yang dihadapi Yamaha di MotoGP dan langkah-langkah yang harus mereka ambil untuk kembali ke puncak.