
Kuala Lumpur, SouthSulawesi25.com – Direktur Kepelatihan BAM (Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia), Rexy Mainaky, secara terbuka mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap perkembangan sektor tunggal putri Malaysia yang dinilai stagnan. Pernyataan ini disampaikan Rexy setelah hasil mengecewakan di Malaysia Open 2025, di mana Malaysia bahkan tidak memiliki wakil di babak utama sektor tersebut.
Rexy, mantan juara Olimpiade Atlanta 1996, menyoroti minimnya daya juang dan mentalitas para pemain tunggal putri Malaysia di pelatnas BAM. Menurutnya, banyak pemain yang lebih sering mengeluh daripada menunjukkan semangat berlatih.
“Mereka banyak menggerutu dan bilang bahwa mereka capek. Kalau seperti itu, yang bisa kami harapkan adalah mereka sadar bahwa mereka tidak akan meraih apa-apa jika hanya terus mengeluh,” ujar Rexy, seperti dikutip dari New Straits Times.
Stagnasi Dibandingkan Negara Tetangga
Rexy menyoroti perbedaan mencolok antara tunggal putri Malaysia dan negara-negara tetangga seperti Indonesia dan Thailand. Ia menyebutkan bahwa Thailand kini memiliki pemain seperti Pornpichaa Choeikeewong, yang mampu mengalahkan unggulan Tiongkok, Han Yue, di Malaysia Open. Sementara itu, Indonesia telah melahirkan bintang-bintang baru seperti Gregoria Mariska Tunjung dan Putri Kusuma Wardani.
Sebaliknya, tunggal putri Malaysia masih kesulitan bersaing di level atas. Pemain terbaik BAM, Karupathevan Letshanaa dan Wong Ling Ching, hanya menempati peringkat 59 dan 95 dunia. Bahkan pemain terbaik Malaysia saat ini, Goh Jin Wei, yang berperingkat 42 dunia, adalah pemain independen dengan masalah kesehatan.
Kurangnya Fighting Spirit
Rexy mengungkapkan bahwa masalah utama pemain tunggal putri Malaysia bukan pada kemampuan teknis, melainkan mentalitas dan kurangnya semangat berkorban.
“Mereka harusnya mengerti mengapa mereka harus terus berlatih dan bagaimana cara mengejar tujuan mereka. Baru juga latihan sebentar, sudah mengeluh pusing, nyeri,” ujar Rexy dengan nada kecewa.
Ia menambahkan, jika pemain-pemain ini berada di negara seperti Indonesia, Thailand, atau Tiongkok, mereka kemungkinan sudah dicoret dari pelatnas karena kurangnya dedikasi.
Harapan Rexy untuk Perubahan
Rexy menegaskan bahwa perubahan hanya bisa terjadi jika para pemain menyadari pentingnya kerja keras dan pengorbanan untuk mencapai kesuksesan. Ia berharap kritik yang disampaikan dapat menjadi motivasi bagi para pemain tunggal putri Malaysia untuk meningkatkan mentalitas dan performa mereka.
“Bukan berarti mereka tidak punya kualitas, tetapi mereka harus mau berkorban dalam perjalanan karier mereka sendiri,” tegas Rexy.
Malaysia masih punya jalan panjang untuk menghidupkan kembali sektor tunggal putri mereka, yang terakhir kali berjaya melalui Wong Mew Choo saat menjuarai China Open 2007, hampir dua dekade lalu. Akankah kritik dari Rexy menjadi awal kebangkitan? Waktu yang akan menjawab.(*)